Pusat pemujaan Guan Yin terletak di Pu Tuo Shan, sebuah pulau kecil di sebelah timur Kabupaten Dinghai, Propinsi Zhejiang. Tiap tahun, terutama pada musim semi dan panas, para peziarah yang berjumlah puluhan ribu berbondong – bondong datang ke sini untuk bersembahyang. Mula – mula pulau ini bernama Hai Qin Shan, nama ini tetap digunakan untuk sebuah bukit kecil yang terletak di bagian selatan pulau ini. “Pu Tuo” adalah sebuah istilah Buddha, yang berarti gunung suci Putoloka di India.
Sebelah tenggara gunung ini terletak pulau Srilangka. Menurut Johnston dalam buku yang berjudul “Buddhist China”, Putoloka adalah puncak bagian barat dari pegunungan Malaya di bagian selatan India.
Di Tiongkok ada dua tempat yang dinamakan Pu Tuo Shan. Yang satu adalah yang telah kita bicarakan yaitu sebelah timur propinsi Zhejiang, yang satu lagi terdapat di Tibet.
Jadi Pu Tuo adalah kependekkan dari Putoloka, Pu Tuo berarti bunga putih, sedangkan “loka” berarti gunung. Sebab itu pengarang – pengarang jaman dinasti Yuan menyebut Pu Tuo Shan sebagai Xiao Bai Hua Shan (Gunung Bunga Putih Kecil). Konon memang gunung Pu Tuo Shan banyak ditumbuhi oleh bunga putih yang dalam bahasa Latin disebut Gardenir Florida. Pendeta – pendeta jaman dinasti Tang, karena melihat bunga – bunga ini lalu memilih gunungnya sebagai pusat pemujaan, ataukah melihat gunungnya lebih dahulu baru kemudian menanam bunganya, sulit diterangkan.
Para pemuja Guan Yin menganggap tanggal 29 bulan 8 Imlek sebagai tanggal perayaan kelahirannya ( sebagian ada yang merayakan pada tanggal 19 bulan 2 Imlek ), karena dalam setahun, pada tanggal itulah ombak paling besar, dikaitkan dengan Guan Yin sebagai Dewi Pelindung Lautan. Tapi kalangan awan cenderung untuk menganggap Guan Yin adalah nama gabungan dari beberapa Guan Yin Pu Sa.
Ada Guan Yin Pu Sa sebagai pelindung lautan, Guan Yin Pu Sa sebagai Dewi Pemberi Anak dan lain – lain yang masing – masing dicarikan hari lahir tersendiri. Ini menyebabkan kita sering menemui perayaan hari lahir Guan Yin Pu Sa tidak sama diberbagai tempat dalam setahun, kecuali bulan yang – 12 dalam 11 bulan lainnya tentu terdapat hari lahirnya, yang berarti juga hari vegetarian (Ciak Jay), bagi para pemujanya.
Di Guang Zhou, tanggal 24 bulan 2 Imlek, sering dianggap sebagai hari lahir Guan Yin Pengantar Anak. Pria dan wanita dari berbagai pelosok perkumpulan menjadi satu dalam suatu perayaan yang disebut Sheng Cai Hui (perayaan sayur mentah). Para pengikut upacara biasanya datang ke pusat perayaan dengan membeli sayur mentah, dengan harapan memperoleh tuah melahirkan anak, sebab “Sheng Cai” (yang berarti sayur mentah) dan “Sheng Zai” (yang berarti melahirkan anak), punya suara yang mirip.
Di tempat perayaan dibuat kolam kecil. Dalam kola mini sebelumnya telah dimasukkan sejumlah kerang dan keong. Orang – orang yang datang kemari memasukkan tangannya ke dalam kolam, kalau yang terambil adalah keong, maka ia boleh berharap memperoleh anak lelaki, tapi kalau kerang yang terambil, harapannya anak perempuan.
Kebiasaan ini asal – usulnya dapat ditelusuri pada masa pemerintahan Kaisar Wen Zong (827 – 840 M). Kaisar Wen Zong gemar sekali akan tiram. Pada suatu hari ia menemukan tiram yang besar, yang kulitnya keras sekali. Setelah berhasil dibuka ternyata didalamnya terdapat patung Guan Yin kecil Kaisar terperanjat, barulah setelah mendengar penjelasan dari para ahli filsafat kerajaan, ia sadar dan menjadi penganut Guan Yin yang tekun, dan banyak mendirikan kelenteng untuk Guan Yin. Pemujaan Guan Yin sejak itu jadi sangat berkembang, Kaisar meninggal tahun 840, dan kelenteng di Pu Tuo Shan selesai didirikan pada tahun 847 M.
Para pemuja Guan Yin berpantang makanan daging sapi, burung dara, udang, ikan yang tidak bersisik, sarang burung (Yan – oh), daging kuda, daging anjing, bulus dan jenis kerang. Harapan mereka terbesar adalah dapat melihat wajah Guan Yin. Mereka yang pergi ke Pu Tuo Shan pasti menyempatkan diri memasuki gua dimana Guan Yin pernah menampakkan diri.
Ada yang sampai membakar sepuluh jarinya dengan api lilin, agar bisa meraga sukma dan bertemu sang Dewi. Kebiasaan ini jelas berasal dari India. Konon orang yang melakukan cara itu tidak ada yang tidak berhasil melihat Guan Yin. Meskipun ada variasi di berbagai daerah tentang hari lahir Guan Yin, tapi secara garis besar dapat dikatakan umumnya ada 3 hari besar untuk menghormati Dewi Welas Asih ini. Ke 3 hari besar tersebut adalah:
Tanggal 19 bulan 2 Imlek adalah hari kelahirannya.
Tanggal 19 bulan 6 Imlek adalah hari menjadi Pendeta.
Tanggal 19 bulan 9 Imlek adalah hari memperoleh penerangan.
Pada hari – hari ini, para pemuja yang telah merasa pernah memperoleh pertolongan Guan Yin berbondong – bondong memenuhi kelenteng pemujaan Guan Yin, membawa barang persembahan, melepaskan burung – burung dan binatang lain, melakukan pantang makan berjiwa, melaksanakan perbuatan amal dengan berkunjung ke rumah jompo dan rumah penampungan anak cacat dan lain – lain kegiatan sosial dan ritual.
Biasanya ada 5 larangan yang dipatuhi:
1. Tidak membunuh atau menyiksa mahluk hidup lain.
2. Tidak mencuri atau mengambil yang bukan jadi haknya.
3. Tidak berbuat jinah.
4. Tidak berbohong atau membual.
5. Tidak minum minuman keras atau barang lainnya.
Biasanya sepanjang hari diisi dengan acara pembacaan kitab suci dan meditasi secara masal, serta perenungan. Yang lebih tekun biasanya melakukan pembacaan parita dan meditasi untuk kebahagiaan semua umat manusia sampai beberapa hari. Guan Yin tidak hanya dipuja di kelenteng – kelenteng, di daratan tiongkok, Hongkong, dan Taiwan. Seiring dengan menyebarnya orang Tionghoa perantauan di Asia Tenggara, maka di Malaysia, Singapura dan Indonesia juga banyak dijumpai kelenteng yang khusus diperuntukkan Guan Yin. Khusus di Jawa terbesar adalah kelenteng Dewi Welas Asih di Banten, Jawa Barat.
Selain itu, tidak terhitung banyaknya rumah yang memujanya dalam sebuah altar pribadi, baik di kota – kota besar sampai jauh di desa kecil di pegunungan. Dewata lain mungkin dipuja dan dihormati bercampur rasa takut, tapi Guan Yin begitu dekat di hati, ia dihormati sekaligus dicintai. Dewata lain mungkin berwajah bengis dan angker. Tapi Guan Yin selalu tersenyum lemah lembut dan bersahaja.
Begitu dekat pengaruh Guan Yin dalam masyarakat, sampai – sampai seorang gadis akan sangat bangga apabila ia disebutkan sebagai ia mirip dengan Guan Yin hidup. Memang Guan Yin dari dulu sampai sekarang juga dianggap sebagai lambang kecantikan dengan bibir merah, kulit halus, alis lentik dan langkah yang lemah gemulai.
Sebagai garis besar, di kalangan rakyat, Guan Yin dianggap Boddhisatva penolong bagi orang yang sedang dalam kesusahan dan kesengsaraan. Juga dianggap penolong roh – roh yang mengalami penderitaan di neraka, sebab itu ia ditampilkan dalam sembahyang memberi makan roh – roh kelaparan yang jatuh pada bulan 7 Imlik, dengan nama Pu Du Gong (atau tuan yang menolong penyeberangan). Secara umum ia dipanggil Guan Yin Fo Zhu atau Guan Yin Ma dan lain – lain, sebutan akrab. Begitulah kira – kira betapa meresapnya pemujaan Guan Yin dalam masyarakat.
Sumber : http://allabout-buddhist.blogspot.co.id/