Bagi perumah tangga (awam) yang mempunyai kemampuan memimpin upacara-upacara Keagamaan baik Puja Bakti/Kebaktian, Upacara Kelahiran, Perkawinan, Pindah Rumah, Kematian, Peringatan Kematian maupun Pembantu Pencatat Perkawinan tentu perilaku sebagai umat Buddha akan merupakan tanggung jawab moral yang lebih menonjol. Predikat yang disandangnya sebagai Upacarika (pemimpin Upacara). Bila meningkat sebagai Pandita Muda, Pandita Madya maupun Pandita menuntunnya untuk melaksanakan Pandita Sila. Apalagi sebagai Pandita bukan sebagai profesi, namun merupakan pengabdian disamping kehidupannya sehari-hari berkeluarga dengan mencari nafkah. Para Pandita agama Buddha tergabung dalam Majelis-majelis Pandita yang memberikan tuntunan bagi umat Buddha dalam kemasyarakatan.
Sebagian kecil umat Buddha bersedia hidup dengan meninggalkan keduniawian, hidup sebagai Bhikkhu. Setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Sang Buddha (sekarang tercantumkan dalam kitab Suci Tipitaka) maka ada kemungkinan orang tersebut menjalani kehidupan sebagai Anagarika, ada kalanya langsung sebagai Samanera (calon bhikkhu).
Setelah hidup meninggalkan keduniawian ditetapkan cukup mampu, maka akan diterimanya Pabajja (penasbisan) sebagai Samanera, selanjutnya dapat menerima Upasampada (ditahbiskan) sebagai Bhikkhu.
Seorang Bhikkhu berarti hidup meninggalkan keduniawian, tidak memikirkan harta dan tidak memikirkan berkeluarga. Seluruh hidupnya diabdikan untuk memelihara pelajaran Buddha dari generasi ke generasi penerus serta melaksanakan Brahmacari (tidak menikah) seperti Dewabrata dalam cerita pewayangan.
Hubungan Bhikkhu dengan umat Buddha perumah tangga merupakan hubungan yang bersifat moral religius semata-mata. Kewajiban timbal balik antar dua kelompok masyarakat beragama Buddha ini dijelaskan oleh Sang Buddha dalam Sigalovada Sutta sebagai berikut:
Perumah tangga hendaknya menghormati Bhikkhu dengan membantu dan memperlakukan dengan perbuatan, kata-kata dan pikiran yang baik, membiarkan pintu terbuka bagi para Bhikkhu, memberikan makanan serta keperluan yang sesuai kepada para Bhikkhu. Sebaliknya para Bhikkhu yang mendapat penghormatan demikian mempunyai kewajiban terhadap perumah tangga dengan melindungi dan mencegah dari kemungkinan berbuat jahat, memberi petunjuk untuk melakukan perbuatan baik, mencintai umat awam dengan hati yang tulus, menerangkan ajaran yang belum didengar atau diketahui, menjelaskan apa yang belum dipahami serta menunjukkan jalan menuju Pembebasan.
Demikian perilaku kita sebagai umat Buddha sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat besar bangsa Indonesia. Umat Buddha mempunyai aturan-aturan tertentu yang dapat dicari dalam Kitab Suci Tipitaka yang harus dipahami untuk dilaksanakan.
Sumber: https://id-id.facebook.com